arsitektur tradisional Indonesia. tanggung jawab siapa?

bagaimana caranya anda berarsitektur indonesia?

pertanyaan ini menghantui saya semenjak bergabung dalam pendidikan dan karir terseksi abad ini.

13. agustus 2008

wairebo.jpg

kingdom of heaven by monica renata, o82008

Masing masing orang bergerak cepat dari terlelap, terhentak seperti pukulan bertubi tubi menampar kami masing masing di tengah kedinginan wairebo. Sungguh aneh bahwa kami bisa sampai kesini, dengan kepuasan yang amat sangat, bagaimana bisa belajar berbudaya dengan saudara jauh kami.

desa ini adalah akhir perhentian kami setelah apa yang kami lewati mulai dari perjalanan di tengah padang savanah, bertatap muka muka paras tegas dengan tatapan aneh, seperti layaknya sebuah ladang minyak baru yang ditemukan oleh pialang pialangnya, perjalanan dengan bis berbentuk ikan cucut dan menyelinap malam melewati perairan sumba dan flores.

di satu tempat di desa sumba seorang gadis mengikuti
kak.. kak.. ada permen? sembari menarik narik
segerombolan anak kecil tak hentinnya jengah
kak.. minta duit dong… salah seorang gadis kecil, agak pirang rambutnya menyodorkan tangan terbuka, dengan ingus hijau kekuningan menyembur yang mengeras diantara hidung dan mulutnya.. yah tampaknya ingusnya menjadi bagian dari tubuhnya yang mungil dan menjadi trend di antara anak anak seumurannya.

apakah pariwisata telah menambah kekelaman dalam kekeringan mereka?
atau justru kekeringan dan ketidaksuburan tanah sumba ikut serta dalam membentuk prilaku mereka?

Perbedaan yang kami alami dari perbedaan pulau telah menggelitik daya pikir kami sebagai manusia modern yang sok memikirkan tentang nilai miskin dan kaya.

Flores dengan dataran gunung yang subur, dan Sumba dengan padang merah yang kering.?

dalam pernyataan beberapa media yang menyebutkan bahwa masyarakat kita masih tertinggal, menjadi sangat terlihat jelas tampak dalam tiap perjalanan kami. Tetapi dari itu semua, kita bisa melihat bagaimana genius loci manusia ditiap tempatnya benar benar memukau.

Pada dasarnya manusia adalah pejuang eksistensi terhadap jamannya. Hasil hasil produk kebudayaan berkembang, meranah dan menurun terhadap lingkungan dan turunannya. Arsitektur kemudian menjadi hasil budaya trial dan error selama berabad abad tentang bagaimana genius loci manusia setempatnya bekerja dan menyelesaikan masalah lingkungan hunian binaan mereka.

Arsitektur kemudian berusaha mewadahi kebudayaan dan terkadang menjadi sebuah simbol keberadaan dan jaman masyarakatnya. Tetapi pada perkembangannya arsitektur terus berjuang dan terkadang menjadi polesan semata tergerus inkulturasi dan perkembangan budaya yang terus bergerak bersamaan dengan stagnansi arsitektur itu sendiri. Justru yang paling menyedihkan inkulturasi agama terkadang membawa demolisasi besar-besaran terhadap budaya setempat dan telah menggeser ketuhanan masyarakat setempat.

Sebuah tempat kemudian telah berubah, dari gaya hidup hingga gaya mati. Manusia kemudian meninggalkan dan menggeser budaya lampau yang diyakini telah tergantikan dengan budaya yang lebih baik. Kini banyak para penduduk tinggal dalam rumah semu, sekedar mempertahankan rasa bangga terhadap historikal pendahulunya. arsitektur kemudian terhimpit jaman yang menuntut modernitas, tidak turut serta merubah dirinya. manusia manusia itu kemudian tinggal dengan kebanggaan namun terkadang tak berisi. berisi budaya budaya yang justru menyatakan mengapa arsitektur itu berdiri berdasar.

dalam perjalanan trilogi megalitik arsitektur indonesia, terlihat bahwa beberapa tempat tidak lagi menyisakan kebiasaan megalitiknya. bahkan budaya makan juga akhirnya dipaksakan dengan doktrinasi beras di semua daerah Indonesia akibat kebijakan sentralistik yang aneh untuk daerah sama panjangnya dengann san fransisco hingga washington. contohnya, masyarakat waerebo terpaksa harus mengangkut beras tiap harinya berjalan selama 3 jam mendaki gunung untuk disantap, padahal mereka memiliki kebiasaan makanan tersendiri tergantung dari produk setempat seperti umbi dan buah buahan setempat.

arsitektur tradisional kemudian dipaksakan dan dipreservasi hanya sebagai bagian dari pasar kapitalisme pariwisata.

arsitektur menjadi daya tarik pariwisata sama halnya dengan budaya lompat batu nias yang terkadang dipertontonkan hanya sebagai produk pariwisata, ketika wisatawan membutuhkan foto kenang kenangan dan memiliki uang untuk membeli momen tersebut.

dan sayangnya, wairebo adalah salah satu kekayaan kita yang terlupakan oleh kita, dan dari sekian banyak daftar tamu yang dibuat oleh masyarakat waerebo sendiri, hampir 80 % tamu tamu pendatang adalah dari luar negeri! kami mungkin satu satunya rombongan indonesia yang melakukan studi arsitektur dan budaya untuk negara sendiri. mereka berjuang sendiri, dengan atau tanpa pemerintah.

lalu?

dalam kehanyutan ini, masyarakat wairebo justru menjadi ibu guru kami yang sangat hebat!

dalam era modernisasi, masyarakat asli wairebo memisahkan diri justru menghindari tergerusnya inkulturasi yang berlebihan. Mereka memilih tetap tinggal diatas lembah gunung sejauh 2 jam perjalanan kaki yang kami tempuh selama 5 jam untuk berusaha menjaga keotentikan budaya mereka. Sekolah, rumah sakit dan rumah rumah modern beratap seng diletakkan jauh dibawah bagi masyarakat yang tetap ingin berbelaja, bersingung dengan pendidikan modern dan bersapa dengan masyarakat yang lebih luas.

sungguh hebat, karena budaya tetap dipertahankan sedemikian rupa, sehingga segala perangkat budaya tetap berjalan dan mengisi lingkungan tersebut. Sebuah musyawarah tetap dipertahankan dalam membuat keputusan desa, acara ramah tamah bagi tamu menjadi keseharian dengan tetap menghargai budaya luar yang berbeda. Walaupun sudah terjadi inkulturasi agama disini, namun budaya ramah dan saling menghargai tetap dipertahankan dengan dijunjung tinggi. Bagi tamu yang berbeda agama, mereka memberikan kehormatan untuk memotong makan malam mereka baik ayam, maupun makanan yang ada untuk mereka.

Arsitektur yang seperti belahan kelapa di tempat ini, justru menjadi konteks karena mewadahi kejujuran budaya mereka. Lingkungan hutan hujan tropis membentuk rumah panggung untuk tetap memberikan sirkuasi udara, dan pada waktu malam diharapkan kandang dibawah nya berfungsi juga sebagai penghangat area tinggal manusia. Dapur dapur diletakkan di dalam interior rumah dimana atap ijuk digunakan untuk mengalirkan asap dapur, menjaga kehangatan dalam interior dan pelindung dari hujan. Jumlah lantai hingga 4 lantai digunakan untuk menyimpan benda purbakala dan tempat menyimpan makanan. Dari asap dapur tersebut justru makanan bisa bertahan lama dengan baik termasuk membuat kayu konstruksi tidak cepat lapuk dimakan rayap. Ruang bundar yang ada memang digunakan sebagai tempat bertemunya hingga 8 keluarga yang tinggal di dalamnya. Masing masing keluarga menempati ruang ruang disekeliling perimeter lingkaran rumah, dan budaya berkumpul menjadi alasan mengapa arsitektur wairebo berdenah lingkaran.

dengan rendah hati lagu lagu yang terlantun ketika malam datang dinyanyikan segenap penjuru desa

…inilah lagu kebanggaan kami, kami cukup puas dengan anggota keluarga kami, dan inilah satu satunya pilihan yang telah kami pilih sebagai hiburan bersama untuk mengisi malam, untuk menghantar anak kami sebelum tidur dan senandung kebahagiaan melepas penat setelah berladang. kami tidak butuh tivi… kata rafael sebagai ketua adat wairebo.

Hebat!

apakah kita siap kehilangan satu lagi budaya kita yang tergerus pelan oleh inkulturasi, dan kapitalisme?

dalam perbincangan lain, Bandung walaupun tidak memiliki khasnya arsitektur tradisional, namun sangat sukses mempertahankan budayanya sebagai kota yang ramah, open minded, dingin, halus, berbahasa khas daerah, bermakanan khas dan berbudaya khas. Bandung memiliki potensi besar ketika dia maju secara global dan dapat mempertahankan budayanya, sehingga masyarakat pendatang mau tidak mau harus mengadaptasi budaya sunda yang telah ada. Dengan pertahanan itu, kota bandung akan memiliki kekayaan yang tinggi, sebagai kota kreatif yang berbudaya tinggi. Bahkan Bandung baru saja memulai masuk ke area global setelah menyelesaikan kampanye budaya dan kreatifitas tahap pertama bagi dunia internasionalnya melalui kegiatan HelarFest! seperti ucap ridwan kamil, Masa Depan kota bandung ada ditangan kreatif!

bagaimana dengan kota jakarta?

kota jakarta telah menjadi kota besar dan megapolitan yang menggeser budaya budaya yang ada didalamnya, tidak lagi milik siapa siapa namun sudah harus menjadi kota yang besar yang bisa mewadahi keragaman budaya yang terkandung didalamnya. Budaya betawi telah lama hilang di daerahnya sendiri dan bergeser ke pinggiran yang mungkin sudah diluar batas administratif kota jakarta.

semoga arsitektur yang kita buat tidak menjadi disneyland disneyland di dunia barat, jean baudrillard mengatakan, jangan jangan yang kita buat hanya untuk meyakinkan bahwa yang lainnya adalah nyata. Bahwa kita hidup dalam kesemuan dan memerlukan satu simulasi yang meyakinkan kita hidup pada realitas yang pantas.

sebuah arsitektur bahkan berpotensi sebagai simulasi ketidakrelaan kita kehilangan sejarah yang berwujud, sekedar hadir di tengah kesemuan budaya yang kosong. budaya dengan tempat, kebiasaan, dan gaya hidup yang salah.

ini lah tugas kita. berbudaya dan berarsitektur.
belajar dari negeri sendiri!
seperti kata Yori Antar dalam perjalanan ini
… ini adalah waktu waktu kritis dalam budaya arsitektur kita, yang mungkin tidak akan menemuinya lagi di masa mendatang. kalau bukan kita, siapa lagi? bule bule itu? ..

Paskalis Khrisno Ayodyantoro

About the author